Mohammad Natsir yang bergelar Datuk Sinaro Panjang dilahirkan di Sumatera
Barat, 17 Juli 1908, dan wafat di Jakarta, 6 Februari 1993 dalam usia 84 tahun.
Natsir dikenal sebagai seorang cendikiawan-budayawan muslim, tokoh politik,
da’i dan negarawan yang sangat berkontribusi di Indonesia, bahkan dunia
Internasional.
Natsir berasal dari keluarga muslim yang
taat, dan dimasa remaja mulai berkenalan dengan pendidikan barat. Pada awalnya
ia bersekolah di HIS (Hollands Inlandsche School) di solok pada tahun
1916-1923, kemudian Mulo (Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs) di Padang pada tahun 1923-1927. Baru kemudian pada tahun 1927-1930
melanjutkan pendidikan di AMS (Algemene Middelbare School) Bandung. Setelah itu
Natsir belajar di Persatuan Islam (Persis) dibawah asuhan ustadz A.Hasan.
Selanjutnya Natsir mengambil kursus guru diploma LO (Lager Onderwijs) dan pada
tahun 1932-1942 dipercaya sebagai direktur Pendidikan Islam (Pendis) Bandung. Selain aktif di majalah pembela Islam, ia juga terlibat
di Jong Islameten Bond yang didirikan oleh Haji Agus Salim.
Tahun 1946 Natsir mendirikan
partai MASYUMI (Majelis Syura
Muslimin Indonesia) yang dipimpinnya sampai tahun 1957. Natsir juga pernah
menjabat sebagai menteri penerangan (1946-1949). Pada waktu itu Natsir berhasil
membujuk Sjafruddin Prawiranegara dan Jenderal Sudirman untuk kembali ke Jogja
dan menyerahkan kekuasaan kepada Soekarno Hatta karena tersinggung atas
kesepakatan Roem Royen. Natsir juga melunakkan hati Daud Beureuh untuk
bergabung dengan Sumatera Utara. Pada waktu Natsir menjadi perdana Menteri
(1950-1951), Indonesia bergabung dalam PBB.
Hanya saja karena sikapnya yang kritis
menyebabkan Soekarno memecat Natsir. Apalagi pada waktu itu Soekarno sudah
mulai mendekat dengan China melalui Partai Komunis Indonesia. Puncaknya, dari
tahun 1962-1966 Natsir menjadi tahanan politik orde lama. Hal ini
merupakan lanjutan dari perdebatan panjang M. Natsir dengan golongan nasionalis
melalui majalah pembela Islam. M. Natsir yang pada awalnya begitu mendukung
nasionalisme bahkan cukup sering menghadiri orasi Soekarno, berubah menjadi
mengkritik kelompok ini karena sikap mereka yang mulai merendahkan Islam.
Misalnya, pernyataan Dr. Sutomo yang mengatakan bahwa pergi ke Digul lebih baik
daripada pergi naik haji ke Makkah. Dan beberapa serangan lainnya dalam kampanye
nasionalis seperti kritikan terhadap bolehnya poligami dalam Islam.
Ketika orde baru berkuasa Natsir tetap
kritis melalui organisasi Dewan Da’wah Islam Indonesia yang didirikannya. Tahun
1967 Natsir dipilih menjadi Wakil ketua Muktamar Islam Internasional di
Pakistan. Selain itu Natsir juga aktif sebagai Wakil Presiden Muktamar Alam Al
Islami (World Muslim Congress) dan anggota inti Rabithah Alam Al Islami.
Ditengah kesibukannya yang sangat banyak,
Natsir masih sempat menulis beberapa buku antaralain Capita Selecta (3 jilid),
Fiqhud Da’wah, Marilah Shalat, Revolusi Indonesia, Islam Sebagai Dasar Negara,
Dari Masa Ke Masa (beberapa jilid), Kumpulan Khutbah Hari Raya, Islam dan
Kristen di Indonesia, Kebudayaan Islam, Islam dan Akal Merdeka, Di Bawah Naungan
Risalah, Kode dan Etik Da’wah, Tugas dan Peranan Ulama, Kubu Pertahanan Mental
Dari Abad Ke Abad, Membangun Umat dan Negara, Berbahagialah Perintis, World of
Islam Festival Dalam Perspektif Sejarah, Asas Keyakinan Agama Kami, Mencari
Modus Vivendi Antar Umat Beragama Di Indonesia, Tentang Pendidikan,
Pengorbanan, Kepemimpinan, Primordialisme dan Nostalgia, Demokrasi Di Bawah
Hukum, Pesan Perjuangan Seorang Bapak-Percakapan Antar Generasi, dan lain-lain.
Natsir banyak mendapatkan penghargaan,
antaralain pada tahun 1957 mendapat bintang ’Nichan
Istikhar’ (Grand Gordon) dari Presiden Tunisia, Lamine Bey, atas jasanya dalam
membantu perjuangan kemerdekaan rakyat Afrika Utara. Tahun 1980, Natsir juga
menerima penghargaan internasional (Jaa-izatul Malik Faisal al-Alamiyah) atas
jasanya di bidang pengkhidmatan kepada Islam untuk tahun 1400 Hijriah. Meskipun demikian, perdana menteri pertama Indonesia ini
baru mendapatkan pengakuan sebagai pahlawan nasional pada tanggal 10 November
2008. Hal ini lebih disebabkan karena kedekatan Natsir dengan Islam dan
pemihakan Soekarno dan orde baru kepada pemahaman sekularisme. Bahkan pada masa
orde lama pada periode demokrasi terpimpin, Natsir pernah dijebloskan ke
penjara tanpa pengadilan karena dukungannya terhadap PRRI/Permesta yang
merupakan gerakan kritik terhadap kedekatan Soekarno terhadap China dan
pemusatan pembangunan hanya di pulau jawa.
Dalam pemikiran Islam,
Natsir banyak terpengaruh oleh beberapa tokoh antaralain Ahmad Husain, HOS Tjokroaminoto, Imam Asy Syahid Hasan
Al-Banna, Imam Al-Hudhaibi, Syaikh Agus
Salim dan Syaikh Ahmad Surkati.
0 komentar:
Posting Komentar