Senin, 04 Agustus 2014

Cara Dan Teori Masuknya Islam Di Asia Tenggara


Untuk lebih memperjelas bagaimana proses masuknya agama Islam di Asia Tenggara ini, ada 3 teori diharapkan dapat membantu memperjelas tentang penerimaan Islam yang sebenarnya:
Teori pertama dikemukakan oleh beberapa ahli dari belanda, dianataranya Pijnappel, yang mengatakan bahwa asal mula islam menjalin kontak dengan Asia Tenggara berangkat dari wilayah Gujarat dan Malabar, menurutnya orang-orang arab yang  bermahzab Syafi’I, setelah berimigrasi dan menetap diwilayah india, yang kemudian membawa islam kenusantara. teori ini lalu dipertegas oleh Snouck Hurgronje yang mengatakan bahwa ketika komunitas muslim arab sudah mapan  di beberapa kota di pelabuhan anak benua india, maka mereka masuk kedunia melayu-Nusantara sebagai penyebar agama islam pertama. setelah itu barulah orang-orang arab, terutama yang menisbahkan dirinya sebagai keturunan Nabi Muhammad, yaitu dengan memakai gelar Sayyid dan Syarif, yang menjalankan dan menyelesaikan  proses dakwah islam baik sebagai ustad maupun sebagai Sulthan.

Kontak paling awal ini dapat disebut dengan kontak perdagangan. Hal ini didasarkan pada catatan perjalanan Sulaiman, Marco Polo dan Ibn Battuta, yang menyebutkan bahwa Muslim Arab yang bermazhab Syafi’I dari Gujarat dan Malabar di India, yang membawa islam ke Asia Tenggara. Selain itu, Pijnappel meyakini bahwa melalui perdagangan sangat dimungkinkan terjadinya hubungan antara islam dan Asia Tenggara, bahkan menurutnya istilah-istilah Persia dari india digunakan dalam  bahasa masyarakat kota-kota pelabuhan.

Teori kedua disampaikan oleh fatimi yang memberikan kesimpulan  bahwa islam masuk Asia Tenggara, terutama Nusantara berasal dari Bengal ( Banglades). Hipotesis Fatimi, bahwa islam datang pertama kali di sekitar abad ke-8 H (14 M). Tome Pires juga memberikan dukungan pada Fatimi, bahwa mayoritas orang terkemuka di pasai adalah orang  Bengali atau  keturunan mereka. Islam muncul pertama kali pada abad ke-11 di semenajung Malaya adalah dari arah pantai timur, bukanlah barat (Malaka), yaitu melalui kanton, Phanrang (Vietnam), Leran dan Trengganu. Selain itu,  beberapa prasati yang ditemukan di Trengganu juga lebih mirip dengan prasasti yang ada di leran Jawa Timur.

Teori kedua ini juga disebut dengan teori Persia. Teori ini menitikberatkan pandagannya pada kesamaan kebudayaan masyarakat di Asia tenggara khususnya di Indonesia dengan Persia. Pandangan ini sedikit mirip dengan pandangan Morrison yang melihat persoalan masuknya islam diindonesia dari sisi kesamaan mazhab, meski perbedaan asal muasalnya.
Namun demikian teori Persia mempunyai aspek-aspek kelemahan yang akan dijawab oleh teori ketiga yakni teori Arabia.

Teori ketika menyebutkan bahwa islam datang ke Asia Tenggara bukan dari Bengal, melainkan langsung dari Arab, tepatnya di Hadramaut. Menurut teori ini, Islam masuk ke Asia Tenggara sejak masa abad pertama Hijriah atau abad ke-7 dan abab ke-8 Masehi. Proses masuknya islam pada masa ini, ditandai dengan dominasi pedagang Arab dalam perdagangan Barat-Timur. Teori ini didukung dengan fakta dari sumber-sumber Cina yang menyebutkan bahwa menjelang abad ke-7, ada seorang pedagang Arab yang menjadi pemimpin pada sebuah pemukiman muslim Arab dipesisir pantai Sumatera.

Crawfurd mendukung teori ini, meskipun ia tetap mempertimbangkan adanya peranan kaum Muslimin yang berasal dari pantai timur india. Sementara Kaijzer berpendapat bahwa islam di Asia Tenggara memang berasal dari Timur Tengah, tetapi lebih tepatnya berasal dari mesir, karena Muslim di Asia Tenggara khususnya di Nusantara mayoritas bermazhab Syafi’I yang sama dengan mesir. Niemann dan de Hollander sedikit merevisi pandagan keijzer tersebut, dengan menyatakan bahwa sumber islam di Nusantara berasal dari Hadrawmaut.Sedangkan Veth hanya menyebut “orang-orang Arab”, tanpa mengungkapkan lebih dalam apakah dari Hadrawmaut, mesir, atau bahkan india.

Teori ini juga dipegang kuat oleh hamka, yang mengatakan bahwa meskipun terdapat peran Persia maupun india, tetapi Islam pertama kali masuk di Asia Tenggara di bawa langsung oleh Muslim Arab. Begitu juga dengan Al-Attas yang menegaskan bahwa Islam masuk Asia Tenggara di bawa langsung oleh Muslim Arab. Hal ini dapat dibuktikan dengan apa yang disebutnya sebagai “Teori umum tentang islamisasi Nusantara”, yang harus didasarkan pada sejarah literatur Islam Melayu-Indonesia dan sejarah Pandangan- Dunia Melayu sebagaimana yang terlihat pada perubahan konsep dan istilah kunci dalam literatur Melayu-Indonesia pada abad ke-10 sampai ke-11. Menurutnya, setelah islam datang, telah terjadi pergesaran pandangan dunia melayu. Begitu pula sebelum abad ke-17, seluruh literature Islam yang relevan tentang keagamaan di Asia Tenggara, justru berasal dari nama-nama Arab, bukan dari muslim India. Bahkan nama-nama dan gelar-gelar yang dibawa oleh para pembawa Islam ke Asia Tenggara adalah Muslim Arab-Persia.

Dari uraian diatas dapat dilihat persamaan dan perbedaan dari masing-masing teori. teori Gujarat dan Persia memiliki persamaan pandangan mengenai masuknya Islam ke Asia Tenggara khususnya Nusantara dari Gujarat. Perbedaannya terletak pada teori Gujarat dan mempersandingkan dengan ajaran mistik india.

Teori Persia juga memandang adanya kesamaan mistik muslim Indonesia denga ajaran mistik Persia. Gujarat dipandang sebagai daerah yang dipengaruhi Persia, dan menjadi tempat singgah ajaran Syi’ah ke Indonesia. Dalam hal memandang Gujarat sebagai tempat singgah (transit) bukan pusat, sependapat dengan Teori Arabia/ Mekkah.
Tetapi teori Mekkah memandang Gujarat sebagai tempat singgah perjalanan perdagangan laut antara Indonesia dan Timur Tengah, sedangkan ajaran islam diambilnya dari Mekkah atau dari Mesir. Teori Gujarat tidak melihat peranan bangsa Arab dalam perdagangan ataupun dalam penyebaran agama Islam di Indonesia. Teori ini lebih melihat peranan pedagang india yang beragama Islam dari pada Bangsa Arab yang membawa ajaran Islam.

Teori keempat atau yang terakhir mengatakan bahwa penyebaran Islam di Asia Tenggara didorong oleh “Pertarungan”antara Islam dan Kristen untuk mendapat pengikut atau penganut masing-masing agama. Teori ini dikemukakan oleh Schrieke, pendapat Schrieke didasarkan bahwa pada kenyataannya, ekspansi yang dilakukan oleh bangsa portugis, yang kemudian menjadi upaya kolonialisasi, merupakan sebuah kelanjutan dari mata rantai perang salib di Eropa dan Timur Tengah. Menurutnya, pertualangan yang dilakukan oleh bangsa Portugis ke Asia merupakan ambisi dan keinginannya untuk mencapai sebuah kehormatan yang dikombinasikan dengan semangat keagamaan. Setelah mereka mampu mengusir kaum Moors ( Muslim) dari semenanjung Liberia, lalu menaklukan beberapa wilayah disepanjang pesisir barat Afrika hingga sampai mengelilingi Tanjung Harapan, Afrika Selatan, sebagai jalan menuju India dan Kepulauan Melayu-Indonesia.

Pendapat Schrieke diperkuat oleh Reid yang mengatakan bahwa pada paruh abad ke-15 dan ke-17 telah terjadi peningkatan dan penguatan polarisasi serta eksklusivisme agama, terutama agama Islam dan Kristen. Namun teori ini mendapat kritik dari Naquib Al-Attas yang cukup keras. Menurutnnya, Kristen sebagai Agama, bukanlah alasan yang cukup penting untuk menunjukan penyebaran Islam di Asia Tenggara. Karena, bagi Al-Attas Kristen muncul dan mendapat pengaruhnya dinusantara ketika abad ke-19. Penolakan Al-Attas ini wajar, karena ia bersiteguh bahwa Islam tersebar di Asia Tenggara sejak abad ke-1 Hijriah atau abad ke-7 Masehi.


0 komentar:

Posting Komentar